yang tidak umum.Saya setuju,bahwa imajinasi lebih berarti dari sekedar ilmu pasti (sebenernya ngeles,karena saya tolol dalam matematika).
Ketika era reformasi menapaki titik awal,cukup banyak orang yang menjadi lebih pintar.Istilah reformasi,merger,likuidasi,dan ungkapan popular pada saat itu,menyiratkan chaos yang melanda negeri kita saat di terjang badai krisis.Karena itu,banyak orang mulai mengerti makna reformasi,merger dan likuiditas.Boleh dibilang,bahwa masa orde baru merupakan masa pembodohan massal.Ketika hak bicara,berkumpul dan mengeluarkan pendapat sangat di tentang,dengan alasan mengganggu stabilitas keamanan dan politik.Ajaibnya,masa kebodohan itu justru memberikan efek progressive pada infrastruktur.Mungkin sedikit juga terhadap ekonomi,walaupun kebebasan dikebiri.Saya sering berandai (mungkin yang lainya juga),untuk bisa kembali merasakan rezim orde baru,ketika harga bahan pokok terjangkau,harga pakaian sangat masuk akal,dan rupiah masih memiliki taji melawan dollar.Namun sayangnya,pengorbanan yang sangat besar perlu di lakukan.Caranya!?Menggadaikan otak kita kepada pemerintah dan berusaha menjadi bodoh.Untuk tidak memberikan intervensi kepada pemerintahan dan tetap menjaga kestabilan keamanan.Faktanya,tidaklah salah untuk menjadi bodoh.Karena ketika orang mulai pandai berargumen,mengkritik dan menyampaikan unek-unek,mereka justru melupakan kebodohan yang penuh ketaatan dan kepatuhan tehadap hukum,walaupun didasari pada ketakutan.Dan ketika mereka pintar,mereka lupa akan batasan-batasan prilaku yang membatasi kebebasan itu sendiri.
Menjadi idealis,kadang menyakitkan.Toh kapitalis tetap memaksa seseorang untuk memliki spesialisasi keahlian.Karena tanpa itu,bersiaplah anda menjadi penghuni strata terendah dalam strasifikasi social model kapitalis.
Berbeda dengan dahulu,tuan tanah yang idiot pun bisa sangat disegani karena luasnya tanah yang dimiliki.Tidak adil memang,karena pada masa itu tidak terdapat mobilitas vertical naik.Sangat sulit,mengingat tanah-tanah pertanian yang dimiliki tuan tanah,terlalu berharaga di banding apapun saat itu.Dan kapitalis,memberikan peluang menarik dengan menawarkan pendidikan sebagai sarana mobilitas vertical naik.Ketika seorang ayah menjadi buruh,dan anaknya mampu menjadi insyinur,menyembulkan hasil akhir bahwa sang anak mampu melakukan mobilitas antar generasi,naik tentunya.
Lagi-lagi saya skeptis dengan kapitalis.Menurut saya,kapitalis merupakan buah dari konspirasi busuk antara Negara-negara sekuler.Dan kita,harus memakan buah itu sebagai system yang tekesan dipaksakan kepada Negara yang notabene di huni puluhan juta umat muslim,ironis sekali.
Kesimpulanaya,saya masih menganggap bahwa menjadi bodoh bukan merupakan suatu kesalahan.Tapi pilihan yang memberikan peluang untuk menjadi lebih baik dengan cara yang paling sinting sekalipun.