Boarding School,entah darimana bokap punya fikiran buat masukin saya ke sekolah model beginian.Atau kebanyakan orang menyebutnya "Pesantren"..
Dengan tatapan kosong saya begitu mulai menjajaki daerah yang disebut "Lingkungan Pesantren"..
Kamar bersama atau orang "sana" menyebutnya dengan istilah "kobong"..
fasilitas apa yang spesial!?
jangan harap..
Pesantren pinggir kampung yang berjarak 50 KM dari pusat kota,hannyalah seonggok kapal tua yang tak pernah mencapai tujuan..
Dan ini tidaklah adil untuk saya..
Walopun 3 tahun menjadi junkies,bukanlah alasan yang cukup untuk bokap buat ngehukum saya seperti ini..
Dunia saya di renggut dengan mudahnya..
selamat tinggal Embassy..
Selamat tinggal Inex..
Selamat tinggal DJ Riri..
Saya sangat sedih,ketika photo beliau dibakar oleh ayah saya..
padahal,ada tanda tangan yang sempat saya bangga-banggakan kepada temen sekelas waktu SMA..
Yang tersisa hannyalah abu..
Seperti kehidupan saya...
Lalu..
Pagi buta mulai menjelma menjadi kekuatan yang tak terperi..
ketika teriakan "Subuh...subuh..subuhh.." menusuk-nusuk telinga..
ketika tadi malam adalah penyiksaan batin dan raga..
Samak dari anyaman padi terasa gatal di punggung..
dan nyamuk-nyamuk yang entah dengan perintah siapa datang menyambut saya,mengiringi detik-detik malam keheningan ketika orang di samping saya melaksanakan sholat isya..
Bukan..
Bukan sholat isya rasanya..
Karena ketika keesokan harinya dialah yang mengumandangkan adzan isya..
dan saya masih menyaksikan dia terbangun pukul 2.30,mengambil wudhu,dan sholat beberapa raka'at..
Saya terdiam dalam ketidaktahuan..
dan akan menjadi bahan ledekan bila saya menyakan hal itu..
Pagi yang ke 7 di tempat yang sama..
Tampaknya saya mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini..
Rutinitas yang tidak menarik..
Hanya mengaji,beribadah, dan menghafal deret-deret ayat yang artinya pun saya tidak mengerti..
Untuk apa semua ini!?
Rasanya saya sakaw lagi..
Sakaw akan hedonisme yang di kutuk oleh para alim negeri ini...
namun mereka tampak pikun,ketika kekuasaan telah mereka miliki...
Deretan lemari kayu yang termakan rayap,sepertinya turun temurun oleh penghuni sebelumnya..
karena nampak coretan yang di tulis dengan tipe-x,spidol hitam dan berisi kata-kata untuk tidak melupakan mereka...
bahkan ada yang menyertakan no handphone..
email facebook..
atau sekedar nama sederhana..
Dan itu membuat saya terkekeh sejenak..
Betapapun pesantren tempat yang sangat membosankan,namun orang-orang yang pernah menghuninnya tetap ingin dikenang..
ingin di akui,bahwa mereka telah berhasil menimba ilmu dengan kesederhanaan..
Lalu obsesi kecil itu pun muncul..
Saya ingin menjadi salah satu dari orang yang mecoretkan namanya di pintu lemari berwarna coklat yang rapuh dimakan rayap..
Entah energi apa saat dzuhur menyambangi..
Namun kiranya hati ini mencambuk raga untuk bergegas menuju rumah tuhan..
Dan itu adalah kali pertama dari awal kedatangan saya..
Ibadah secara ikhlas..
Karena seminggu kemarin,hati saya tak berhenti mengomel tentang sikap ayah..
dan yang lebih buruk,ketika orang tua dengan janggut putih yang sedari awal tampak tidak bersahabat..
namun teman sekobong saya dengan takzim memanggilnya kyai..
Ustadz Rasyid...
Adalah salah satu keluarga pesantren yang ikut memberikan pelajaran keagamaan..
dan satu-satunya ustadz yang paling saya segani..
bukan karena janggut atau ikatan sorban di kepala..
Terlebih,dia memiliki keistimewaan spritual dan itu membuat saya takjub..
Baiklah..
saya tak akan menipu diri..
dia memang punya anak gadis yang cantik..
dan itu menjadi alasan logis untuk saya,agar pintar "menjilat" beliau...
atau sekedar mencari muka,membawakan beliau kopi tubruk dengan gula rendah kalori..
Inilah konsekwensi menjadi anak seorang ustadz..
saya tidak pernah melihat anaknya memakai tank top..
hot pants atau u can see..
dan itu sedikit mengecewakan hati kecil saya..
walaupun saya sangat mengagumi dia..
Kehidupan glamour seakan mati di tempat seperti ini..
sayapun dipaksa untuk menikmati semua keterbatasan yang ada..
Saya terbaring lagi diatas samak dari anyaman padi..
menerawang lagit-langit yang tak mempunyai internit..
mata saya,bisa mengakses rangkaian genting yang tersusun rapi..
dan kebodohan apa yang membuat saya begitu penasaran untuk sekedar tau nama anak gadis ustadz Rasyid..
Terkaan bodoh pun terlontar dalam benak..
mungkin Aisyah..
Fatimah..
Munaroh..
Maesaroh..
Hajar..
Atau apalah..
Nama-nama islam konservatif yang saya tau ketika pesantren kilat di sekolah..
sejenak kemudian..
saya mendapati diri dalam keadaan terlelap...
Zahra...
Atau Neng Zahra..
Itulah yang tertera di papan pengunguman pesantren..
bukan bermaksud untuk mempopulerkan diri..
tanpa itupun dia sudah sangat terkenal di kalangan santri..
Malam ini,adalah milad yang ke 18 untuknya..
dan semua santri,di harapkan berkumpul di madrasah untuk mengadakan syukuran milad tersebut..
kabar baik untuk saya..
Dan diluar ekspektasi...
milad bukanlah party..
tidak ada kado..
potong kue..
atau sekedar meniup lilin...
Membaca surat Yasin 10 kali..
dan diakhiri dengan munfarijah 11 kali..
saya akan menangis sedih..
jika ayah memberikan kado seperti itu..
saya mengidamkan Lancer terbaru begitu pulang nanti..
Namun saya heran,Zahra tampak senang dengan hal itu..
Bahkan di akhir acara,Zahra mencium tangan Ustadz Rasyid dengan mata berkaca-kaca..
3 tahun...
36 bulan...
1095 hari...
Waktu yang sangat cukup untuk merubah karakter seseorang..
dan begitu juga saya..
Remaja yang tidak beres,dan sempat hanyut dalam kehidupan yang sesat..
Saya menyalami para Kyai dan ustadz..
juga teman-teman santri lainnya..
dan tak lupa,mencoretan tipe-x pada pintu lemari kayu coklat yang semakin rapuh di makan rayap..
Lalu Zahra!?
2 tahun yang lalu,dia kuliah di kota..
Walaupun ayahnya sempat melarang..
namun akhirnya mengabulkan juga keinginan anaknya..
"karena islam,memberikan hak yang sama pada perempuan.."
itulah yang di ucapkan Zahra,sehingga Ustadz Raysid tak punya alasan untuk menolaknya..
Suatu hari di email facebook saya..
"Ass..Benar ini dengan Beno yang dulu mesantren di At-Taqwa!?"
saya terkejut,sekaligus bersemangat..
"Bila benar,syukur alhamdulillah"
ooww iaap..
dia Ridwan..
Teman sekobong yang rajin shalat malam..
"Begini No,saya mendapat kabar bahwa Ustadz Raysid sakit keras"
saya terkejut untuk sejenak..
dan kembali melanjutkan membaca..
"Kalau kamu tidak sibuk,saya mau mengajak kamu menjenguk beliau"
Saya mengangguk kecil,mengiyakan dalam hati..
Ridwan pun menyertakan nomor handphonenya..
dan lusa kemudian,saya sudah mendapati bahwa Ustadz Rasyid tengah tergolek lemah diatas kasur dengan dipan dari kayu jati..
disampingnya,ada al-qur'an dan gelas air putih dengan tutup berwarna hijau muda..
tangannya tak henti memutar tasbih di iringi mulutnya yang terus komat-kamit..
Saya sedih bukan kepalang..
Mata saya mulai kering..
dan tanpa terasa air mata mulai meleleh,dan langsung saja saya menyekanya dengan segera..
Hati saya bertanya..
kemana Zahra!?
Saya baru teringat dengannya,ketika melihat foto keluarga yang menggantung di ruang tamu,di samping lukisan ka'bah yang terlihat megah..
Tanya itu segera terjawab...
ketika salam di balik pintu yang di ketuk menyadarkan saya dari lamunan..
Istri ustadz Rasyid membuka pintu dengan cekatan..
Tak lupa menyiapkan senyum seakan tau siapa yang akan datang..
dan semuanya terkejut...
Ketika teriakan "Moommyyy..." menggema memecah keheningan..
Sosok tinggi..
putih..
cantik...
saya mengingat betul wajahnya..
namun semuanya berbeda sekarang...
Kaos ketat dengan jeans biru cerah..
Lalu,rambut yang di catok lurus berwarna merah marun..
siapa dia!?
seakan telah kehilangan sosok Zahra yang 3 tahun lalu membius otak saya..
Saya menyesal..
Kemana kerudung berenda yang terlihat kuno waktu saya melihatnya dulu!?
atau rok yang menjuntai dengan pakaian yang menutup lutut!?
tak pernah terbayangkan..
dan itulah titik tolak saya untuk tidak mengaguminya lagi..
Seminggu kemudian,Ustadz Rasyid dipanggil yang maha kuasa..
Saya dan Ridwan bertekad mengkhatamkan al-quran dengan maksud meminta berkah untuk beliau..
Semua bersedih atas kepergiannya..
Namun saya sangsi dengan para santri baru itu..
dengan ekspresi yang jauh dari rasa sedih..
mereka terkekeh ketika teman yang satunya melontarkan sebuah lelucon..
seakan mereka tidak menyadari,bahwa di depan mereka ada sosok yang menjadi panutan dan telah di panggil ilahi...
ketika pesantren telah beralih fungsi,bukan untuk mengajarkan agama dengan konsep kesederhanaan..
namun kumpulan bocah-bocah nakal yang di hukum..
Dan ketika pesantren menjadi kendaraan politik..
atau sekedar komoditi jual beli para penguasa..
entahlah..
entah apa yang ada dalam benak santri-santri itu..
mungkin tak ada hasrat untuk berubah..
atau sekedar obsesi kecil untuk menuliskan coretan tipe-x di pintu lemari coklat,yang sepertinya telah habis di makan rayap...
Bayu Idham Fathurachman
Bayu Idham Fathurachman